Han Sen melihat bahwa di dasar gua, seekor makhluk seperti trenggiling hitam sepanjang lebih dari enam kaki dengan tubuh yang ditutupi dengan sisik kristal sedang meminum air dari kolam."Itu makhluknya. Pendengarannya tidak terlalu tajam tetapi penglihatannya sangat baik. Bahkan senjata jiwa binatang berdarah sakral juga sulit melukai sisiknya. Kelemahan terbesarnya adalah perutnya yang lembut," Jari Telunjuk menjelaskan dengan tenang, yang adalah seorang pria muda yang sopan.
"Walaupun kelemahannya berada di perut, dia berdiri dengan keempat kakinya dan aku tidak dapat membaliknya untuk menancap di sana," kata Han Sen.
"Tentu saja tidak. Seketika mengendus bahaya, dia akan menggulung dirinya menjadi sebuah bola. Seperti seekor keong yang bersembunyi di dalam cangkang dan perutnya akan terlindungi. Sisiknya juga dapat berdiri dan membentuk pisau gergaji sirkular. Ketika dia berguling, dia akan seperti roda berduri dan bahkan baju baja yang terkuat akan terbelah olehnya. Dan tidak ada orang yang dapat bertahan," Kelingking menyela.
"Bagaimana ini bisa menjadi kelemahannya kalau begitu?" Han Sen tidak dapat menahan diri untuk cemberut.
"Tentu saja kita tidak dapat menyerang langsung. Kekuatannya dahsyat dan kecepatannya terlalu tinggi. Tidak ada yang dapat menahannya." Pria Peninju ragu-ragu sebentar sebelum menunjuk ke dasar kolam dan berkata, "Rencana kami adalah nanti kita akan mengusirnya dan kau dapat mengambil kesempatan untuk bersembunyi di dalam air di dekat dagunya yang lembut. Sebaiknya kau dapat menusukkan senjata di dagunya sehingga dia dia tidak dapat menggulung. Pada saat itu kita akan dapat membunuhnya sesuka kita."
"Pria Peninju, pantas saja kau bersedia membayarku sebuah tunggangan mutan. Aku akan mempertaruhkan nyawaku." Han Sen berkata kepada Pria Peninju.
"Kalau ini pekerjaan mudah, kita tidak akan membayarmu begitu tinggi. Dapatkah kau melakukannya?" Kelingking berbisik.
Semua orang menunggu keputusan Han Sen, memandang dirinya.
"Aku dapat mencobanya. Tetapi karena aku akan mempertaruhkan nyawaku di sana, aku harus dibayar dulu untuk berjagjaga kalau aku mati di sana." Han berpikir dan berkata.
"Ok," Pria Peninju langsung setuju dan memindahkan tunggangan kepada Han Sen.
Sekarang mereka sudah berada di sini, sepanjang Han Sen masuk ke dalam air, mereka tidak takut dia akan kabur. Maka, tidak masalah membayarnya dulu.
Jari Telunjuk mengambil silinder oksigen kecil dan alat pernafasan dari tasnya dan memberikannya kepada Han Sen, agar Han Sen dapat bertahan di dalam air lebih lama.
Setelah segalanya sudah siap, Pria Peninju menatap Han Sen dan berkata, "Kita akan keluar untuk menggiringnya ke salah satu terowongan dan kau harus cepat-cepat bersembunyi dalam air. Kau tidak punya banyak waktu, paling banyak 30 detik. Apakah itu ok?"
"Tidak masalah," Han Sen melihat jarak ke kolam dan mengkonfirmasi.
"Walaupun kulitnya rentan, kau tetap memerlukan setidaknya senjata jiwa binatang mutan untuk dapat menusuknya. Apakah kau memilikinya?" Pria Peninju merasa sedikit kuatir.
Han Sen mengangguk lagi. Katana Shura yang dia miliki dapat disandingkan dengan senjata mutan, tetapi dia bukan Dollar sekarang jadi dia tidak membawanya.
Tetapi Han Sen masih memiliki panah penyengat hitam mutan dan itu bisa digunakan.
Semuanya sudah siap, Pria Peninju dan anggota komplotannya saling bertukar pandang dan setiap orang kecuali Kelingking memanjat melalui tanaman merambat. Mereka memanjat dengan hati-hati ke pintu masuk aula kemudian melemparkan bola beli sebesar kepalan tangan pada makhluk yang sedang minum dari setiap pintu masuk.
Dang! Dang! Dang!
Bolbola itu membentur sisik kristal hitam makhluk itu dan menimbulkan suara besi, namun sama sekali tidak meninggalkan bercak putih di sisiknya.
Tetapi makhluk berdarah sakral ini jelas merasa marah. Hanya dalam sekej.a.p, dia menggulung tubuhnya dan tibtiba terlihat seperti seekor keong berduri. Sisik-sisik hitamnya berdiri dan setajam pisau.
Makhluk itu mulai berguling dan terpelanting dan bahkan bebatuan terpotong dalam oleh sisik-sisiknya. Sungguh mengerikan.
Hanya dalam sekej.a.p, dia telah berguling sejauh belasan kaki. Tidak hanya memiliki kecepatan yang menakjubkan, dia juga dapat berguling di dinding batu yang terjal.
Seperti roda berduri, dia berguling ke atas dinding dan dalam sekej.a.p sudah berada di belakang komplotan Pria Peninju.
Mereka tidak sempat bersantai dan semuanya bersembunyi dalam terowongan yang berdekatan dengan masing-masing. Makhluk berdarah sakral mengikuti Jempol ke dalam terowongan yang berada terdekat dengannya.
"Ayo! Jempol tidak dapat bertahan lama," Kelingking mendesak Han Sen untuk turun.
Han Sen mengambil nafas dalam-dalam, meraih tanaman merambat dan cepat-cepat meluncur ke dasar kolam. Dia berlari ke kolam tetapi tidak melompat ke dalamnya karena takut akan terlalu berisik.
Sebaliknya, Han Sen masuk dari pinggiran air, secara perlahan meluncur ke dalam air dan menyelam.
Melihat Han Sen telah menyelam dalam air dengan alat pernafasan di mulutnya, Kelingking merasa lega dan menyeka keringat dingin di keningnya. Ketika dia akan melihat keadaan makhluk berdarah sakral, dia melihat sesosok bayangan yang tergesgesa berlari keluar dari terowongan tempat dia berada dan berguling ke bawah.
Kedua mata di samping tubuhnya berputar sejenak dan tidak mendeteksi bahaya. Dia kemudian secara perlahan meregangkan tubuhnya dan merangkak ke sekelilingnya untuk mengunyah tanaman merambat hitam.
Alasan makhluk ini tinggal di sana cukup lama adalah untuk memakan tanaman merambat hitam. Komplotan Pria Peninju telah mengetahui hal ini dan karena itu mereka merasa yakin bahwa dia akan tetap di sana sebelum menghabiskan tanaman merambat.
Makhluk ini masih melahap tanaman merambat ketika komplotan Pria Peninju kembali dari belakang terowongan. Kebetulan semua terowongan berhubungan dan mereka berputar lalu menemukan Kelingking.
Lengan Jempol terluka. Darahnya menetes dan tulangnya terlihat.
"Jempol, kau baik-baik saja?" Pria Peninju dan yang lainnya bertanya dengan gusar.
"Aku baik-baik saja, tetapi perisai mutanku rusak ketika digunakan untuk menghalangi makhluk itu. Jika tidak dapat membunuhnya, ini tidak sepadan sama sekali." kata Jempol dengan kesal.
"Aku penasaran apakah Bokong Maniak dapat menyelesaikan tugasnya." Kelingking memandangi kolam yang tenang dan makhluk yang memakan tanaman merambat dengan wajah yang kuatir.